Rabu, 30 April 2014


A.    Definisi (1)
Stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak. (1)

B.     Klasifikasi Stroke Hemoragik
Stroke Hemoragik terbagi 2, sebagai berikut. (2)
1)      Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan dari salah satu arteri otak ke dalam jaringan otak. Lesi ini menyebabkan gejala yang terlihat mirip dengan stroke iskhemik. Diagnosis perdarahan intraserebral tergantung pada neuroimaging yang dapat dibedakan dengan stroke iskhemik. Stroke ini lebih umum terjadi di negara-negara berkembang daripada Negara-negara maju, penyebabnya masih belum jelas namun variasi dalam diet, aktivitas fisik, pengobatan hipertensi, dan predisposisi genetik dapat mempengaruhi penyakit stroke tersebut.

2)      Perdarahan ekstra serebral (Subarakhnoid)
Perdarahan subarachnoid dicirikan oleh perdarahan arteri di ruang antara dua meningen yaitu piameter dan arachnoidea. Gejala yang terlihat jelas penderita tiba-tiba mengalami sakit kepala yang sangat parah dan biasanya terjadi gangguan kesadaran. Gejala yang menyerupai stroke dapat sering terjadi tetapi jarang. Diagnosis dapat dilakukan dengan neuroimaging dan lumbal puncture.



C.    Epidemiologi
Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yg terbentuk akan diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dlm waktu 3 bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat. (3)
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut: (3)
·         1/3 pasien bisa pulih kembali,
·         1/3 pasien mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang,
·         1/3 sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur.
Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke.(3)

D.    Etiologi
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. perdarahan intraserebral selalu disebabkan oleh pecahnya arteri arteriosklerotik kecil yang menyebabkan melemahnya pembuluh darah, terutama oleh hipertensi arterial kronik. Perdarahan lazimnya besar, tunggal, dan merupakan bencana. Penggunaan kokain atau kadang-kadang obat simptomatik lainnya dapat menyebabkan hipertensi singkat yang parah yang menyebabkan perdarahan. Perdarahan intraserebral akibat dari aneurisma congenital, arteriovenosa atau kelainan vascular lainnya, trauma, aneurisma mycotic, infark otak (infark hemoragik), primer atau metastasis tumor otak, antikoagulasi berlebihan, dyscrasia darah, perdarahan atau gangguan vasculitic jarang terjadi. (4)
Stroke hemoragik subarachnoid sering disebabkan oleh kelainan arteri yang berada di pangkal otak, yang dinamakan aneurisma serebral. Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan kaitan dari pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma yang lebih besar kemungkinannya bisa pecah. Selanjutnya 10% kasus dikaitkan dengan non aneurisma perimesencephalic hemoragik, dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah. Aneurisma tidak ditemukan secara umum. 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan rongga arteri, gangguan lain yang mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh darah pada sumsum tulang belakang dan perdarahan berbagai jenis tumor. (4)

E.     Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vascular yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebral paling sering terjadi pada saat pasien terjaga dan aktif, sehingga kejadiannya sering disaksikan oleh orang lain. Karena lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal ganglia dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang disebabkan oleh stroke tipe ini. Dengan mengingat bahwa ganglia basal memodulasi fungsi motorik volunter dan bahwa semua saraf aferen dan eferen di separuh korteks mengalami pemadatan untuk masuk dan keluar dari kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa stroke di salah satu bagian ini diperkirakan menimbulkan defisit yang sangat merugikan. Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna. Infark serebrum setelah embolus di suatu arteri otak mungkin terjadi sebagai akibat perdarahan bukan sumbatan oleh embolus itu sendiri. Alasannya adalah bahwa, apabila embolus lenyap atau dibersihkan dari arteri, dinding pembuluh setelah tempat oklusi mengalami perlemahan selama beberapa hari pertama setelah oklusi. Dengan demikian, selama waktu ini dapat terjadi kebocoran atau perdarahan dari dinding pembuluh yang melemah ini. Karena itu, hipertensi perlu dikendalikan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada minggu-minggu pertama setelah stroke embolik. Perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium (di atas tentorium serebeli) memiliki prognosis baik apabila volume darah sedikit. Namun perdarahan ke dalam ruang infratentorium di daerah pons atau serebelum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan pada struktur-struktur vital di batang otak. (4)
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat, maka kematian sangat tinggi-sekitar 50% pada bulan pertama setelah perdarahan. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat penyulit utama dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan mortalitas “tipe lambat” yang dapat terjadi lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah : 1). vasospasme reaktif disertai infark, 2). ruptur ulang, 3). hiponatremia, dan 4). hidrosefalus. Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur ulang atau perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa pascaperdarahan dini.   Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari  arteriovenous malformation (AVM).  (4)

F.     Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari stroke perdarahan ditinjau berdasarkan jenisnya sebagai berikut. (1)
1.      Perdarahan intraserebral
     Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.
Gejala klinisnya sebagai berikut.
·     Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan  tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.
·   Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
·     Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi
·       Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid.

2.      Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinisnya adalah sebagai berikut.
·      Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
·   Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.
·       Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
·         Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
·   Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid.
·         Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan

G.    Diagnosis
1.      Anamnesis (5)
Anamnesanya adalah khas yaitu penderita hipertensif secara tiba-tiba jatuh karena terserang kelumpuhan tubuh sesisi secara serentak. Biasanya terdapat saat dengan “stress” atau emosi (marah-marah) yang mendahului serangan ‘stroke’ tersebut. Orang yang mengidap ‘stroke’ hemoragik selalu memperlihatkan wajah yang pletorik, asimetrik karena salah satu sudut mulut lebih rendah, berkeringat banyak, kedua bola mata melirik terus-menerus kea rah lesi (‘deviation conjugee’) dan nafas yang dalam keadaan koma.
Tindakan terhadap ‘stroke’ hemoragik dimana terjadi perdarahan besar ialah ‘membiarkan penderita meninggal dengan tenang’. Ini tidak berarti bahwa dokter meninggalkan penderita dan memberitahukan kepada keluarganya bahwa orang-ornag sudah pada ajalnya, tetapi  ia harus tetap mendamoingi orang sakit dan bertindak sebagai berikut :
a.       Observasi tekanan darah, nadi dan pupil.
b.      Mengatur sikap penderita
2.      Pemeriksaan penunjang (6)
Menurut Doenges (1999) pemeriksaan laboratorium meliputi:
a.       CT.scan, memperlihatkan adanya cidera, hematoma, iskhemia infark.
b.      Angiografi cerebral, membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti: perdarahan, obstruksi, arteri adanya ruptur.
c.       Fungsi lumbal, menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis embolis serebral dan tekanan intracranial (TIK). Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya haemoragik subarachnoid, perdarahan intra kranial.
d.      Magnetik Resonance imaging (MRI), Menunjukan ada yang mengalami infark.
e.       Ultrasonografi dopler, mengidentifikasi penyakit artemovena
f.       Elektroencefalogram (EEG), Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g.      Sinar X tengkorak:menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis cerebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

H.    Penatalaksanaan
Tatalaksana terapi stroke hemoragik adalah sebagai berikut. (1)
a.       Tujuan terapi:
·         Mengatasi penyebab dari stroke hemoragik jadi terapi diberikan sesuai dengan penyebabnya
·         Mengatasi perdarahan

b.      Sasaran Terapi:
·         Penyebab stroke hemoragik
·         Perdarahan

c.       Terapi non farmakologi:
·         Kendalikan tekanan darah tinggi (hipertensi)
·         Mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh
·         Tidak merokok
·         Kontrol diabetes dan berat badan
·         Olahraga teratur dan mengurangi stress
·         Konsumsi makanan kaya serat
·         Pembedahan: Untuk lokasi perdarahan dekat permukaan otak.

d.      Terapi farmakologi:
1)      Vitamin K
·         Mekanisme kerja
Mekanisme kerja dengan meningkatkan biosintesis beberapa factor pembekuan daraj yaitu protombin, factor VII, IX, X di hepar. Aktivasi X menjadi Xa oleh factor VIIa, TF dan Ca2+ dari jalur ekstrinsic dan factor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur intrinsic. Kemudian factor Xa dibantu oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan protombin menjadi thrombin. Trombin kemudian mengaktivasi factor XIII dan XIIIa yang akan mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
·         Faktor-faktor pembekuan darah mekanisme kerja:
§  aktivasi tromboplastin
§  pembentukan thrombin dari protombin
§  pembentukan fibrin dari fibrinogen
·         Vitamin K ada 2 jenis : Menadiol Sodium Fosfat yang bersifat larut dalam air dan Fitomenadion (vitamin K1) yang larut dalam lemak.
1)      Menadiol Sodium Fosfat
·         Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit hati)
·         Kontraindikasi: neonatus, bayi, hamil tua
·         Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-10 mg per hari, dewasa 10-40 mg per hari.
·         Sediaan: tablet 10 mg
·         Interaksi: vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion
2)      Vitamin K1
·         Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit hati)
·         Kontraindikasi: neonates, bayi, hamil tua
·         Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-20 mg per hari, dewasa 10-40 mg per hari.
·         Sediaan: tablet 10 mg
·         Interaksi : vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion.

2)      Protamin
·       Dosis: Injeksi intravena (kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit), 1 mg menetralkan 80-100 unit heparin bila diberikan dalam waktu lebih panjang, diperlukan protamin lebih sedikit karena heparin diekskresi dengan cepat; maksimal 50 mg.
·    Indikasi: Digunakan untuk mengatasi over dosis heparin, namun jika digunakan berlebihan memiliki efek antikoagulan. Jika perdarahan yang terjadi saat pemberian heparin hanya ringan, protamin sulfat tidak perlu diberikan karena penghentian heparin biasanya akan menghentikan perdarahan dalam beberapa jam.
·         Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap protamin
·     Efek samping: Mual, muntah, muka merah, hipontensi, bradikardi, dispnea, reaksi hipersensitif (termasuk angiodema, anafilaksis) pernah dilaporkan.
·      Mekanisme kerja: Protamin sulfat merupakan basa kuat, bekerja sebagai antagonis heparin pada in vitro dan in vivo dengan cara membentuk kompleks bersama heparin yang bersifat asam kuat menjadi bentuk garam stabil. Kompleks heparin dan protamin tidak mempunyai efek antikoagulan.
·         Bentuk sediaan: Injeksi intravena

3)      Asam traneksamat
·       Indikasi: Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat pemutusan benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas.
·      Mekanisme kerja: asam traneksamat kompetitif menghambat aktivasi plasminogen sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim yang mendegradasi gumpalan fibrinogen dan protein plasma lainnya termasuk faktor prokoagulan V dan VIII. Oleh karena itu, dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan.
·         Dosis: Oral 1-1.5 gr (15-25 mg/kg) 2-4 kali sehari. Dosis injeksi inravena perlahan: 0.5-1 gr (10 mg/kg) 3 kali sehari. Dosis infuse kontinyu 25-50 mg per kg setiap hari.
·     Efek samping: sakit dada, vasospasme, syok hemoragik, demam, sakit kepala, kedinginan, urtikaria, alopesia, disestesis pedis, purpura, eczema, nekrosis kutan, plak eritematosis, hiperkelemia, hiperlipidemia, mual, muntah, konstipasi, hemorage, ditemukan darah pada urin, epiktasis, hemoragik adrenalin, hemoragik retriperitonial, trombositopenia, peningkatan enzim SGOT,SGPT, ulserasi, nekrosis kutan yang disebabkan karena injeksi subkutan, neropati perifer, osteoporosis, konjungtivitis, hemoptisis, hemoragik pulmonary, asma arthritis, rhinitis, bronkospasme, reaksi alergi kemudian reaksi anafilaktik.
·    Interaksi dengan obat lain: obat yang berfungsi untuk menjaga hemostasis tidak diberikan bersamaan dengan obat anti fibrinolitik. Pembentukan thrombus akan meningkat dengan adanya O estrogen atau mekanisme antifibrinolitik diantagonis oleh senyawa trombolitik.
·   Mekanisme kerja: asam traneksamat bekerja dengan sama memblok ikatan plasminogen dan plasmin terhadap fibrin; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada tingkat tertentu.
·         Bentuk: sediaan kapsul 250 mg, tablet 500 mg, injeksi 50 ml.

4)      Calsium Chanel Blocker: Nimodipin
·         Indikasi: merupakan Ca chanel bloker dengan aktivitas serebrovaskuler preferensial. Hal ini ditandai dengan efek dilatasi dan menurunkan tekanan darah pada serebrovaskuler.
·        Mekanisme kerja: nimodipin ternasuk dalam kelas agen farmakologis dikenal sebagai kalsium chanel blocker. Nimodipin diindikasikan untuk peningkatan hasil neurologis dengan mengurangi insiden dan keparahan deficit iskemik pada pasien dengan perdarhan subarachnoid dari pecahnya aneurisme. Proses kontraktil sel-sel otot polos tergantung pada ion kalsium sel selama depolarisasi sebagai penghambat arus transmembran. Nimodipin menghambat transfer ion kalsiun ke dalam sel dan demikian menghambat kontraksi otot polos vaskuler.
·         Dosis: PO / nasogastrik 60 mg/4 jam selam 21 hari berturut-turut. Memulai terapi dalam waktu 96 jam perdarahan subarachnoid.

5)      Terapi suportif: infuse manitol
·         Indikasi: menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral.
·     Mekanisme kerja: kenaikan tekanan intrakranial dan adanya edema serebral pada hemoragik dapat terjadi karena dari efek gumpalan hematoma. Manitol bekerja untuk meningkatkan osmolaritas plasma darah, mengakibatkan peningkatan air dari jaringan, termasuk otak dan cairan serebrospinal, ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya edema otak, peningkatan tekanan intrakranial serta volume dan cairan serebrospinal dapat dikurangi.
·     Dosis,  lama dan cara pemberian: tekanan intracranial;edema serebral;1.5-2 gr/kg dosis IV dalam 15,20, atau 25% larutan selam 30-60 menit pertahankan osmolarotas serum 310 sampai >320 mOsm/kg.

I.       Komplikasi
Individu yang mengalami CVS mayor pada bagian otak yang mengontrol respons pernapasan atau cardiovaskuler dapat meninggal. Destruksi area ekspresif atau reseptif pada otak akibat hipoksia dapat menyebabkan paresis. Perubahan emosional dapat terjadi pada kerusakan korteks, yang mencakup sistem limbik. (7)
Hematoma intraserebral dapat  disebabkan oleh pecahnya aneurisme atau stroke hemoragik, yang menyebabkan cedera otak sekunder ketika tekanan intracranial meningkat. (7)

J.      Prognosis
Sekitar 35% dari orang meninggal ketika memiliki perdarahan subarachnoid akibat aneurisme. 15% lainnya meninggal karena mengakibatkan kerusakan otak yang luas dalam waktu beberapa minggu karena pendarahan dari pecahnya kedua. Orang yang bertahan hidup selama 6 bulan tetapi yang tidak memiliki operasi untuk aneurisma memiliki kesempatan 3% lain pecah setiap tahun. Pandangan ini lebih baik bila penyebabnya adalah kelainan arteriovenosa. Kadang-kadang, perdarahan disebabkan oleh cacat kecil yang tidak terdeteksi oleh angiography cerebral karena cacat telah tertutup dengan sendirinya. Dalam kasus tersebut, prospek sangat baik. Beberapa orang kembali sebagian besar atau seluruh fungsi mental dan fisik setelah perdarahan subarachnoid. Namun, banyak orang terus memiliki gejala seperti lemah, lumpuh, atau kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh atau aphasia. (8)



Sumber : 
1.      Israr Yayan A. Stroke. [Online]. 2008 [cited 2011 Feb 23]; [1 screen]. Available from:
3.      Gejala, Penyebab, dan Akibat Stroke. [Online]. [cited 2011 Feb 23]; [1 screen]. Available from:
4.      Hartwig MS. Penyakit serebral. Dalam: Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. volume 2. Jakarta: EGC;2005. Hal. 1119-21
5.      Sidharta P. Neurologi klinis dalam praktek umum. Jakarta: Dian Rakyat. 2008. Hal. 260-89
6.      www.libraryusu.pdf.com
7.      Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009. Hal. 250-3
8.      Hemorrhagic Stroke. [Online]. [cited 2011 Feb 27] ; [1 screen]. Available from:
URL: www.merkmanual.com/home/seco6/ch086d.html

Selasa, 29 April 2014

Buku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial: Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar ini merupakan bentuk revisi dari buku dengan judul yang sama yang disusun pada tahun 1999. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan kondisi sosial aktual, buku tersebut juga dituntut untuk diperbaharui, dan diharapkan digunakan sebagai acuan dalam memberikan pelayanan kesehatan bayi baru lahir di tingkat pelayanan kesehatan dasar.



Proses revisi ini dilakukan dengan mereview berbagai kepustakaan, pedoman dan modul pelatihan yang ada serta buku-buku pedoman yang diterbitkan oleh WHO, UNICEF, dan Save the Children dengan melibatkan tim beranggotakan Unit Kerja Koordinasi Perinatologi IDAI, tim penyusun buku Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir , Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah dan Manajemen Terpadu Balita Sakit serta berbagai pengelola program di Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Kesehatan Anak bekerja sama dengan WHO, UNICEF, Save the Children, dan GTZ Siskes menyelenggarakan proses revisi hingga pencetakannya. Buku ini dilengkapi dengan Algoritma Manajemen Terpadu Bayi Muda dan Algoritma Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir.
Skor Apgar atau nilai Apgar (bahasa Inggris: Apgar score) adalah sebuah metode yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran. Apgar yang berprofesi sebagai ahli anestesiologi mengembangkan metode skor ini untuk mengetahui dengan pasti bagaimana pengaruh anestesi obstetrik terhadap bayi.

Appearance (warna kulit)
0 — Seluruh tubuh bayi berwarna kebiru-biruan atau pucat
1 — Warna kulit tubuh normal, tetapi tangan dan kaki berwarna kebiruan
2 — Warna kulit seluruh tubuh normal

Pulse (denyut jantung)
0 — Denyut jantung tidak ada
1 — Denyut jantung kurang dari 100 kali per menit
2 — Denyut jantung lebih atau diatas 100 kali per menit

Grimace (respon refleks)
0 — Tidak ada respon terhadap stimulasi
1 — Wajah meringis saat distimulasi
2 — Meringis, menarik, batuk, atau bersin saat stimulasi

Activity (tonus otot)
0 — Lemah, tidak ada gerakan
1 — Lengan dan kaki dalam posisi fleksi dengan sedikit gerakan
2 — Bergerak aktif dan spontan

Respiration (pernapasan)
0 — Tidak bernapas
1 — Menangis lemah, terdengar seperti merintih, pernapasan lambat dan tidak teratur
2 — Menangis kuat, pernapasan baik dan teratur


TABEL PENILAIAN APGAR SKOR

Nilai
Tanda 0 1 2
Denyut jantung(pulse) Tidak ada Lambat < 100 >100
Usaha nafas (Respisration) Tidak Ada Lambat, tidak teratur Menangis dengan keras
Tonus otot(Activity Lemah Fleksi pada Etremitas Gerakan Aktif
Kepekaan reflek (Gremace) Tidak Ada Merintih Menangis kuat
Warna (Apperence) Biru pucat Tubuh merah muda, ekstremitas biru Seluruhnya merah muda

Sumber : Saifuddin, 2002

Kelima hal diatas dinilai kemudian dijumlahkan. Jika jumlah skor berkisar di 7 – 10 pada menit pertama, bayi dianggap normal. Jika jumlah skor berkisar 4 – 6 pada menit pertama, bayi memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas dengan suction, atau pemberian oksigen untuk membantunya bernapas. Biasanya jika tindakan ini berhasil, keadaan bayi akan membaik(KidsHealth,2004).

Klasifikasi Asfiksia berdasarkan apgar score :
  1. Asfiksia ringan (apgar skor 7-10)
  2. Asfiksia sedang (apgar skor 4-6)
  3. Asfiksia berat (apgar skor 0-3)

Popular Posts

New Comments